Jagat maya tengah dihebohkan dengan video wisuda siswa SMK Citra Bangsa Mandiri (CBM) Purwokerto yang tampil bak seremoni kelulusan sarjana. Video yang diunggah akun TikTok @smkcbmofficial01 ini memperlihatkan para siswa mengenakan toga lengkap, slempang, hingga pemindahan tali toga—seperti layaknya prosesi perguruan tinggi.
Yang mencuri perhatian bukan hanya siswa, tetapi juga para guru dan kepala sekolah yang turut memakai jubah ala dosen atau rektor.
Hal ini memicu reaksi publik, mulai dari yang memuji keunikannya hingga yang menyayangkan pemakaian simbol akademik tanpa konteks jenjang pendidikan.
Wisuda Toga SMK CBM Purwokerto Viral, Netizen Pro dan Kontra: Inovasi atau Sekadar Tren?
Beberapa netizen mengkritik tajam. Ada yang menyebutnya “wisuda-wisudaan” dan mempertanyakan pemahaman pihak sekolah terhadap makna simbol toga dan prosesi kelulusan formal.
Sebagian menganggap hal itu berlebihan dan membingungkan publik soal makna pendidikan di tingkat SMK.
Sosok di Balik Wisuda Viral: Siapa Kepala Sekolah SMK CBM?
Sosok yang kini jadi sorotan adalah Kepala Sekolah SMK CBM Purwokerto, Prisilia Mutiara Sari. Berdasarkan data Kemendikbud, beliau merupakan pimpinan sekolah tersebut dan disebut-sebut sebagai pengambil keputusan terkait konsep wisuda.
Baca juga: Viral! Pemuda Ponorogo Ngabuburit dengan Menunggangi Sapi Putih
Meskipun belum ada pernyataan resminya, namanya kini ramai diperbincangkan netizen.
Profil Singkat SMK CBM Purwokerto
Didirikan sejak 17 Februari 2010, SMK CBM merupakan sekolah swasta dengan akreditasi A dan jumlah siswa lebih dari seribu orang, mayoritas perempuan.
Sekolah ini punya enam jurusan unggulan mulai dari Keperawatan hingga Bisnis Daring dan Pemasaran. Selain akademik, SMK CBM juga aktif dalam kegiatan pengembangan diri dan kolaborasi lintas lembaga.
Baca juga: Jadwal FYP TikTok Terbaik Supaya Konten Viral di Bulan Mei 2025
Toga di SMK: Bentuk Apresiasi atau Salah Tempat?
Penggunaan toga di acara kelulusan sekolah bukan hal baru, tapi masih menuai perdebatan. Sebagian menganggapnya sebagai bentuk penghargaan perjuangan siswa, tapi tak sedikit pula yang menilai terlalu berlebihan untuk jenjang non-perguruan tinggi.
Di era digital, setiap langkah sekolah bisa viral dan menimbulkan interpretasi berbeda-beda di mata publik.
Akhirnya, fenomena ini menyisakan pertanyaan penting: apakah pendidikan perlu mempertahankan makna atau cukup mengikuti tren agar terlihat menarik di media sosial?