SIAPOS.COM, SURABAYA – Kasus intimidasi yang melibatkan seorang siswa SMA Kristen Gloria 2 Surabaya, EN, dan pria dewasa Ivan Sugianto menuai perhatian publik.
Insiden ini tak hanya meninggalkan trauma mendalam bagi korban, tetapi juga menimbulkan polemik atas sanksi yang diberikan sekolah kepada EN.
Kasus Intimidasi di SMAK Gloria 2 Surabaya: Sanksi dan Trauma yang Dialami Korban
Kronologi Kasus Intimidasi
Masalah bermula dari candaan antara EN dan teman-temannya yang menyebut rambut EL, anak Ivan Sugianto, mirip dengan anjing ras pudel. Meski candaan itu tidak bermaksud menyinggung, situasi memanas ketika Ivan datang ke sekolah bersama sekelompok orang.
Ia memaksa EN bersujud dan menggonggong, tindakan yang terekam dan viral di media sosial.
Menurut Ira Maria, ibu EN, anaknya kini mengalami trauma berat. EN bahkan menjadi takut beraktivitas sendirian.
Sanksi Skorsing untuk EN
Meski menjadi korban intimidasi, EN diskors selama tiga hari oleh pihak sekolah. Berdasarkan surat Peringatan 1 yang dikeluarkan sekolah, EN dianggap melanggar aturan kesopanan karena menyebut EL dengan kata-kata yang tidak pantas.
Surat tersebut menyatakan bahwa skorsing berlaku dari 12 hingga 14 November 2024, dan EN kehilangan hak akademis selama masa hukuman. Jika pelanggaran terulang, sanksi lebih berat akan diberikan.
Baca juga: Hasil AKMI 2024: Evaluasi Kompetensi Siswa Madrasah Indonesia pada Literasi dan Numerasi Meningkat
Respon Pihak Sekolah
Robi Dharmawa, humas SMA Kristen Gloria 2, menolak memberikan komentar dan menyerahkan tanggapan kepada kuasa hukum sekolah.
Dampak dan Reaksi Publik
Kasus ini menuai kecaman, terutama terhadap tindakan intimidasi Ivan Sugianto. Di sisi lain, sanksi skorsing kepada EN juga dianggap tidak adil oleh banyak pihak, mengingat ia telah meminta maaf kepada EL sebelumnya.
Kasus ini mengingatkan pentingnya penanganan konflik secara bijaksana di lingkungan pendidikan serta perlindungan terhadap anak dari tindakan intimidasi atau kekerasan dalam bentuk apa pun.